Senin, 27 Februari 2017

JADI BACKPACKER ITU (HARUS MAU) REPOT



Saya mulai menyenangi dunia traveling sejak tahun 2010 silam. Kesenangan saya bukan hanya pada saat perginya saja, tapi sejak awal mempersiapkan segala sesuatunya untuk trip, mulai dari hunting tiket, browsing, riset, booking penginapan dan sebagainya. Dari situlah saya juga jadi bisa bikin itinerary yang detil, mulai dari hari dan tanggal, aktivitas di hari itu mau ngapain aja, bagaimana caranya (misal, untuk menuju ke sebuah obyek wisata naik apa? Bus nomor berapa? Ancer-ancernya dsb), biaya (baik dalam rupiah maupun mata uang asing kalau tripnya ke luar negeri), total biaya, catatan-catatan khusus dsb. Njelimet? Yes! Kadang bisa rombak itinerary sampai beberapa kali sampai benar-benar pas. Memang tidak mudah mempersiapkan trip sendiri, perlu waktu dan ketekunan untuk melakukan hal itu semua. Kebetulan juga, saya memang merasa agak kurang bebas kalau harus mengikuti trip lewat tour and travel, disamping  juga kondisi finansial yang terbatas, jadi sebisa mungkin dilakukan sendiri deh hehehe...

Gara-gara hobi saya di atas, itinerary saya pernah laku diminta sana-sini, mulai dari saudara, teman, temannya teman, saudaranya teman... saya sih senang-senang aja dan pasti saya kasih deh, tanpa embel-embel apapun hehehe... Pernah juga beberapa kali saya dimintain tolong oleh salah satu sahabat saya untuk mencarikan tiket untuk mamanya, plus booking penginapan dan itinerary-nya, sampai akrab banget sama mamanya lewat telp (beberapa tahun kemudian baru bertemu langsung) dan dikirimin oleh-oleh coklat lewat anaknya. Atau dulu jaman saya masih ngantor, setiap divisi kami berencana mau pergi kemana, pasti saya langsung mengajukan diri ikutan rempong, atau tiba-tiba dipanggil Pak Bos ke ruangan, dimintain tolong cariin tiket untuk saudaranya hahaha...

Dari situ pula, saya pernah beberapa kali pengen banget traveling ke suatu tempat trus teman-teman pada ikut, nggak cuma 1 atau 2 teman, tapi sampai 5-6 orang sekaligus hahaha, jadi kayak bawa rombongan, dan semuanya saya yang urus, mulai dari bikin itinerary dan budgetnya, cari tiket pesawat, booking penginapan, sampai cari sewaan kapal dan rental mobil.

Suka Duka Trip Bareng

Nah, saya pengen banget deh cerita soal trip bareng. Saya nggak tahu ya, kalau teman-teman traveler atau backpacker lain melakukan trip bareng itu bagaimana?. Apakah mempersiapkan tripnya bareng-bareng atau urus masing-masing, pas jalan-jalannya saja yang bareng?

Pengalaman saya bikin trip bareng adalah saya semuanya yang urus. Oya, selalu ya setiap saya bikin trip bareng adalah, saya berusaha mengakomodir semua keinginan teman-teman, selama itu memungkinkan, misal, ada teman yang pengen mlipir ke pulau mana, selama masih memungkinkan pasti saya masukkan ke itinerary. Enak kan ngetrip sama saya? Hehehe... Jangan pula dikira, rempongnya hanya di awal. Selama trip saya selalu jadi bendahara dan bertanggungjawab atas kelancaran trip (halaaaaahhh), misal, tiba-tiba di sana perlu sewa mobil untuk bawa rombongan dari hotel ke dermaga, karena nggak mungkin naik angkot, ya saya yang akan cari sewaan mobil dan nego. FYI ya, dengan segala kerepotan tersebut saya tidak pernah meminta fee/bayaran apapun, semuanya saya lakukan karena saya memang senang melakukannya, tapi dari sinilah saya bisa tahu, ada teman yang berbaik hati mau membantu (misalnya, beli tiket untuk dirinya sendiri) dan ada pula yang semuanya pasrah sama saya (mereka tinggal transfer, saya yang beliin tiketnya, booking kamar penginapan untuk mereka dsb). Yang terakhir ini istilah Jawanya “pasrah bongkokan”, jadi cuma tinggal tenteng koper dan cuzzz... berangkat.
Saya juga pernah punya pengalaman nggak enak lho hehehe, tanpa bermaksud untuk menyinggung siapapun, nggak apa-apa ya saya tulis, mungkin bisa dijadikan hikmah untuk trip selanjutnya. Jadi, memang benar kalau ada yang bilang bahwa orang itu kelihatan watak aslinya saat traveling, karena traveling itu bukan melulu hanya senang-senang isinya, tapi pasti lelah juga, nah pas capek ini datang, emosipun sering tidak terkontrol. Makanya, ada seorang travel writer Indonesia yang kondang bilang, cari partner trip yang cocok sama kita itu penting banget, apalagi kalau kita niatnya backpacking. Saya percaya itu deh. Jadi, selama trip bareng, saya pernah mengalami ada salah satu teman yang nggak cocok sama teman lainnya (karena belum tentu mereka kenal satu sama lain sebelum ikut trip bareng), trus ngedumelnya ke saya. Kalau saya masih bisa bilangin baik-baik sih nggak apa-apa, tapi pernah juga saya yang trus kena semprot jadi sasaran, ya saya jadi emosi juga dan di situlah saya merasa sedih, saya sudah rempong sendirian, kok masih diginiin hehehe... Tapi , saya nggak mau hal-hal nggak enak itu berlangsung lama, kalau sudah ya sudah, biasanya kalau sudah istirahat, semuanya baik lagi hehehe... Masalah budget juga begitu, jadi pernah karena suatu hal pas sudah jalan-jalan ada biaya yang jadi membengkak, akhirnya terpaksa nombok, untungnya ada beberapa teman yang mengerti mau patungan nombokin (ada juga yang pura-pura nggak ngerti/nggak mau tahu, pokoknya udah transfer sejumlah budget awal, ya sudah, resiko tanggung sendiri, walaupun ikut menikmati hehe...) J.
Jadi (Setengah) Professional
Dari pengalaman-pengalaman di atas tadi, Ibu saya pernah bilang gini : “Kamu itu kalau memang suka (bikin trip bareng) mbok diseriusin, cari partner, jadi professional... “. Alhasil, pernah lho saya jadi personal guide setengah professional (setengah karena saya masih belajar dan lumayan dibayarin, walaupun nggak semua).  Kliennya? Teman saya juga sih hahaha... Jadi, mereka minta saya menemani sekaligus mengurus segala keperluan trip, mulai A sampai Z. Saya sih asyik-asyik aja, itinerary saya bikin sesuai kemauan mereka, saya cariin penginapan yang unik dan bagus, bahkan saya carikan tiket sesuai maskapai yang mereka mau, disesuaikan dengan budget mereka. Berhubung kliennya untuk masing-masing trip hanya satu orang hahaha, tentu saja saya nggak tega kalau mereka harus bayarin saya full (apalagi sampai minta minta fee, nggaklah...), saya sudah cukup senang bisa jalan-jalan, sebagian tiket dibayarin, nginapnya nebeng sama mereka. Makasih yaaaa... J. Dan walaupun teman sendiri, saya juga nggak seenaknya sendiri lho, saya berusaha treat mereka sebaik mungkin, mereka tinggal bawa badan dan baju aja, cuzzz berangkat. Selama di sana, biar ada pengalaman yang berbeda (sesuai dengan apa yang mereka mau juga), saya ajak mereka naik transportasi umum, makan di tempat yang terkenal enak (sampai klien minta 2 kali makan di situ), dan saya nggak keberatan menemani klien berburu sebuah barang di pasar tradisional.
(Jadi) Backpacker Harus Mau Repot
Seiring dengan waktu (dan umur hahaha), banyak aktivitas yang harus dikerjakan dan banyak hal yang harus dipikirkan (halah), untuk mengurus trip secara mandiri seperti ini perlu effort lebih dengan mencuri-curi waktu yang ada, istilahnya harus disempet-sempetin. Saya masih pengen traveling ke banyak tempat, pengen keliling dunia (Amiiiinnn). Saya juga pengen bisa jalan-jalan bareng teman-teman saya, namun berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya, saya nggak mau rempong sendirian deh. Seandainya saya bisa bikin trip bareng lagi, saya pengen bisa diurus bareng-bareng (walaupun porsi rempong saya yang terbesar tidak mengapa), karena lama-lama jadi mikir juga, senang-senangnya bareng-bareng kok rempongnya sendirian hahaha... Jadi, wajar kalau ikut trip lewat agen perjalanan selalu lebih mahal, karena effort untuk mempersiapkan trip itu juga tidak gampang, kadang stres juga. Saya punya teman owner salah satu agen perjalanan, pernah main ke kantornya untuk tanya-tanya soal tiket, pas saya datang dia lagi repot-repotnya, jadi kami mengobrol sambil sesekali dia telpon sana-sini, berhenti ngobrol bentar supaya dia bisa chating dan terus bilang “Aku stres nih, visa klien belum keluar-keluar juga....”. Nah, lho, makanya jangan dipikir itu sebuah kerjaan yang gampang dan bebas stres hanya karena urusannya jalan-jalan (senang-senang), kan yang senang yang jalan-jalan, yang mempersiapkan segalanya yang repot. Belum kalau ada klien yang rewel... duuuuuhhh. Ibarat gini, agen perjalanan itu walaupun dibayar juga pasti kesal kalau menghadapi klien yang rewel (apalagi saya yang nggak minta bayaran apapun hehe...). Intinya gini deh, mau jadi traveler seperti apa? Kalau nggak mau repot (sama sekali), ya pakai jasa agen perjalanan, tapi kalau pengen backpacking (demi bisa menghemat biaya), ya harus mau repot juga... J